Yang membuat tulisan tersebut berarti bagi saya pribadi adalah semangat di baliknya. Semangat dari seorang penuntut ilmu pemula yang kecil tapi ingin terus mendekati kebenaran tanpa peduli konsekuensi harus berbeda dengan beberapa pihak (terus terang dengan beberapa ustad maupun penuntut ilmu) yang suaranya lebih lantang dan bergema daripada suara saya.
Tapi ini bukan pemberontakan…. Tidak ada yang hendak saya runtuhkan dengan tulisan sederhana ini. Heliosentrisme yang saya ungkapkan buktinya di sini bukanlah untuk meruntuhkan Geosentrisme, tapi hanyalah untuk sekedar memberi alternatif penjelasan yang lebih baik mengenai mekanisme gerak tatasurya. Ide dasarnya adalah bahwa satu teori tidak bisa meruntuhkan teori lain.
Yang saya lakukan hanyalah melestarikan ide salafiyyah mengenai pembahasan pendapat vis a vis pendapat lain untuk mencari kebenaran.
Kalau memang ingin berpendapat, kenapa tulisan ini perlu ditarik sementara?
Karena ketika pertama kali saya mempublikasikan tulisan ini, saya masih cenderung terburu-buru dan belum memiliki banyak bekal dan belum siap untuk berdiskusi dengan pihak yang berbeda pendapat.
Karena ketika pertama kali saya mempublikasikan tulisan ini, saya masih cenderung terburu-buru dan belum memiliki banyak bekal dan belum siap untuk berdiskusi dengan pihak yang berbeda pendapat.
Secara sains, tulisan saya memang relatif bisa diterima, namun ketika pendapat tersebut akan dikemukakan di hadapan pihak-pihak (let’s say ustad dan penuntut ilmu) yang belum begitu mendalami mengenai permasalahan sains (karena memang spesialisasi mereka bukan di situ) maka saya membutuhkan bekal dan dukungan yang lebih.
Proses retreat untuk mencari bekal dan dukungan tambahan itulah yang saya wujudkan dengan menarik tulisan saya untuk sementara
Jadi, alhamdulillah, saya menarik tulisan tersebut bukan karena saya taqlid dengan pendapat Syaikh dan Ustad saya. Manhaj Salaf tidak pernah mengajarkan saya untuk taqlid (mengikuti begitu saja tanpa memahami dalil). Manhaj Salaf (menurut pengalaman dan pendapat saya) justru adalah manhaj yang paling mampu membebaskan manusia untuk berpendapat selama dilakukan dengan bertanggungjawab dan tidak bertentangan dengan Alloh dan Rasul-Nya.
Sekarang majalah Qiblati sudah menurunkan pembahasan yang mendukung pendapat bumi mengelilingi matahari. Saya juga sudah menemukan bukti bahwa beberapa ulama bermanhaj salaf (utamanya yang mutaakhirin) seperti Syaikh Al Albani dan Syaikh Al Alusi, yang berpendapat lebih moderat mengenai heliosentrisme ini (dalam arti mengakui bahwa masalah rotasi dan revolusi ini adalah masalah sains yang diketahui dengan pasti oleh saintis). Selain itu saya juga sudah berusaha mencari dukungan dari bebarapa penuntut ilmu yang bersikap lebih netral terhadap heliosentrisme.
Jadi…, akhirnya saya kembalikan lagi tulisan awal saya – dengan beberapa revisi dan tambahan ke ruang publik ini…
[awal tulisan]
Sejak SD kita sudah diajari bahwa bumi berputar mengelilingi sumbunya selama 24 jam sekali putarnya (rotasi) dan berputar mengelilingi matahari selama setahun (revolusi). Tapi apakah benar seperti itu? Apakah layak kita mempercayai begitu saja tentang rotasi dan revolusi itu tanpa tahu apa dasarnya dan apa buktinya? Apa kita tidak takut dibilang taklid kepada guru-guru SD, SMP dan SMA kita
.
Langsung ke topik pembicaraan, Rotasi, apa buktinya?
Pertama, arah angin pasat yang berbeda antara daerah di utara khatulistiwa dan di selatan. Perbedaan ini dapat dijelaskan sebagai efek coriolis. Efek coriolis ini disebabkan karena kita, sebagai pengamat, berdiri di atas kerangka pengamatan yang berotasi (bumi).
Kita dapat membayangkan, angin bergerak dari daerah subtropis ke tropis…. Anginnya bergerak lurus-lurus saja sebenarnya…, tapi karena – ternyata – bumi, sebagai kerangka pengamatan kita bergeser, maka seolah-olah anginnya menjadi berbelok.
Perbedaan arah angin ini menyebabkan juga perbedaan dalam arus laut. Semua ahli kelautan pasti memahami hal ini.
Kedua, percobaan pendulum foucault. Percobaan ini sebenarnya paling bagus bila diamati di kutub.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa pendulum ini, bila digoyangkan, maka dia akan bergerak tetap (menurut si pendulum itu). Pendulum itu menganggap dirinya sudah bergerak tetap (ke kanan ke kiri atau ke depan ke belakang) tapi ternyata kita sebagai pengamat berdiri di bumi yang -ternyata- berotasi sehingga goyangan pendulum terlihat seperti bergeser. Kalo di kutub selatan, goyangannya akan bergeser ke kiri (berlawanan jarum jam). Kalo di utara sebaliknya.
Ketiga, aberasi cahaya. Bisa dibayangkan sebagai berikut : cahaya suatu bintang masuk ke bumi dengan sudut tertentu. Namun karena mata kita sebagai pengamat bergeser, maka bintang akan terlihat seolah-olah bergeser dari tempatnya semula.
Keempat, efek Eötvös. Intinya adalah bahwa ketika kita naik kapal, maka gaya dan kecepatan kita akan berbeda antara berlayar searah dengan arah rotasi (ke arah timur) dengan berlayar dengan arah kebalikan arah rotasi (ke arah barat). Setiap perusahaan pelayaran dan nakhoda kapal antar benua pasti tahu akan hal ini dan memperhatikan efek ini dalam pelayarannya.
Kelima, peluncuran satelit atau wahana luar angkasa lainnya. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita terkadang memanfaatkan jasa satelit, misalnya dalam hal telekomunikasi atau cuaca. Namun tahukah kita bagaimana satelit bisa sampai di orbit?
Ternyata roket – dalam usahanya untuk mengantarkan satelit ke orbit – ternyata memanfaatkan juga rotasi bumi (selain tentunya memanfaatkan bahan bakar roket itu sendiri). Sebenarnya ini terkait juga dengan efek eotvos.
Kebanyakan roket – setelah take off – akan kita lihat seperti berbelok ke timur (searah dengan arah rotasi) ini dilakukan agar roket mendapatkan efek (seperti) lontaran dari rotasi bumi. Dan lontaran ini akan semakin besar di daerah dengan kecepatan rotasi paling besar (i.e. daerah khatulistiwa). Oleh karena itu, Eropa meluncurkan Arianne bukan di Finlandia tapi di Guyana Perancis yg dekat khatulistiwa. Oleh karena itu Amerika meluncurkan roketnya di florida, bukan di new york. Oleh karena itu Rusia berminat sekali dengan pulau biak di Papua, sebagai tempat peluncuran roket-roket mereka.
Keenam, logika satelit dengan orbit geostasioner. Satelit dengan orbit geostasioner adalah satelit yang posisinya terhadap bumi tetap di atas koordinat tertentu. Contohnya satelit telekomunikasinya Indonesia (entah itu palapa atau telkom).
Seandainya bumi diam tidak berotasi, berarti satelit geostasioner juga diam. Kalo satelitnya diam, berarti dia harus menyalakan terus menerus mesinnya agar tidak jatuh ke bumi karena gravitasi bumi.
Kenyataannya satelit geostasioner tidak diam, tapi dia bergerak memutari bumi dengan kecepatan yang sama dengan rotasi bumi. Dengan demikian satelit tidak perlu terus menerus menyalakan mesinnya.
Mungkin ada yang bertanya : lho, bukannya satelit geostasioner itu bergerak, kalo bergerak berarti butuh tenaga buat menggerakkannya terus menerus (atau butuh roket biar bisa berputar terus menerus)
Jawabannya : Lha, bagaimana dengan bulan? Dia sudah berabad-abad mengelilingi bumi. Apakah dia punya roket? jawabannya ada pada sinkronisasi antara gravitasi (yg menimbulkan efek sentripetal) dan kecepatan satelit (yang menimbulkan efek sentrifugal). Sekali sudah sinkron, maka mau ditinggal berapa ratus tahun pun sebuah satelit bisa tetap stabil di orbitnya. (walaupun kenyataannya kondisi sinkron ini tidak selamanya bisa terwujud pada satelit buatan manusia karena berbagai macam faktor antara lain hempasan solar wind)
Selanjutnya mengenai revolusi, apa buktinya?
Pertama, paralaks bintang. Misalkan kita sedang mengamati Alpha Centauri. Antara Matahari, Alpha Centauri dan Bumi membentuk sudut tertentu. Ternyata sudut ini tidaklah fixed. Dia berubah dengan pola tahunan. Salah satu penjelasan yang memungkinkan adalah karena bumi bergerak posisinya terhadap matahari.
Oke, mungkin akan ada yang berkata bahwa perubahan sudut itu bisa pula terjadi karena mataharinya yang bergerak terhadap bumi. Oleh karena itu dikemukakan bukti berikutnya.
Kedua, efek doppler. Ketika kita bergerak mendekat suatu obyek yang memancarkan gelombang, maka panjang gelombang yang kita amati akan cenderung bergeser ke panjang gelombang yang lebih pendek dan begitu sebaliknya.
Ternyata bintang-bintang yang diamati dari bumi memiliki pola tertentu. Pada suatu waktu terlihat bergeser ke panjang gelombang lebih pendek (blueshift) kemudian bergeser ke panjang gelombang yg lebih panjang (redshift) kemudian blueshift lagi kemudian redshift lagi, begitu seterusnya secara periodik selama setahun. (tentunya blueshift & redshift yang dimaksud di sini adalah bersih dari pengaruh redshift atau blueshift akibat pergerakan bintang itu sendiri).
Hal ini bisa terjadi karena bumi bergerak terkadang (seperti) mendekati bintang, terkadang (seperti) menjauhi.
Ketiga, perhitungan membuktikan bahwa massa dan ukuran Matahari jauh lebih besar daripada Bumi. Massa yang lebih besar akan menekan kurvatur gravitasi lebih dalam, maka massa-massa yang lebih kecil di sekitarnya (dalam lingkup pengaruh gravitasinya) akan terkena pengaruhnya, entah itu berupa mengorbit atau jatuh. (untuk kasus Bumi, mengorbit).
Mengenai ukuran matahari ini bahkan ada sebuah hadits yang menyatakan bahwa ukuran matahari lebih besar dari bumi sekitar 140 kali (kitab “Umdatu At-Tahqiiq Fii Basyaairi Aali As-Shiddiiq”)
Keempat, dari pengamatan diketahui bahwa meteor paling banyak terlihat ba’da tengah malam.
Seperti halnya ketika kita menaiki mobil ketika hujan deras, maka kaca yang lebih banyak tertimpa air adalah kaca depan dibandingkan dengan kaca belakang.
Begitu pula dengan bumi, pada waktu ba’da tengah malam sampai qobla tengah hari, bumi kita berada di “depan” pergerakannya melintasi ruang.
Pergerakan yang dibuktikan dengan empat bukti di atas itulah yang disebut dengan revolusi bumi mengelilingi matahari.
Nah, sekarang kita telah memiliki bukti-bukti ilmiah mengenai rotasi dan revolusi bumi. Lalu bagaimana jika pihak yang berpendapat bahwa mataharilah yang mengelilingi bumi? Apalagi jika pihak tersebut adalah ulama muktabar yang selama ini kita hormati?
Hendaknya kita tetap menghormati ulama tersebut, tetap mencintainya dan mengikuti pemahaman agamanya (manhajnya). Kalaupun kita saat ini berbeda pendapat dengan beliau. Hal ini tidak boleh sama sekali melunturkan cinta kita pada beliau. Karena sesungguhnya beliau telah mencurahkan segala kemampuannya sepanjang umurnya untuk memberikan fatwanya bagi kita. Kita tidak berprasangka buruk pada beliau.
Salah satu ulama yang berpendapat bahwa Matahari mengelilingi Bumi adalah Al Allamah Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin Rahimahullah. Namun bila kita amati lebih lanjut pendapat beliau, ternyata beliau tidak memastikan begitu saja pendapat Matahari mengelilingi Bumi, apalagi sampai menuduh orang yang berpendapat bahwa Bumi lah yang bergerak sebagai orang yang rusak aqidahnya.
Beliau mengatakan : “Dhahirnya dalil-dalil syar’i menetapkan bahwa mataharilah yang berputar mengelilingi bumi dan dengan perputarannya itulah menyebabkan terjadinya pergantian siang dan malam di permukaan bumi, tidak ada hak bagi kita untuk melewati dhahirnya dalil-dalil ini kecuali dengan dalil yang lebih kuat dari hal itu yang memberi peluang bagi kita untuk menakwilkan dari dhahirnya.”
Dari perkataan beliau tersebut dapat kita simpulkan bahwa beliau berpegang pada dhahir nash yang ada. Dan ini adalah kaidah yang benar yang harus kita ikuti. Namun berikutnya beliau mengatakan bahwa dhahir nash masih bisa ditakwilkan kalau ada dalil lain yang lebih kuat.
Saya belum memahami benar, dalil lebih kuat yang seperti apakah yang bisa dipakai untuk menakwilkan pengertian dhahir nash tersebut? apakah harus dalil dari nash, atau bisa juga dari bukti-bukti empiris ilmiah yang telah terbukti secara perhitungan dan pengamatan.
Semoga hal ini bisa menjadi pembahasan ahli ilmu.
[akhir tulisan]
[epilog]
Bagi yang mengharapkan penjelasan dari sisi agama dapat merujuk ke majalah Qiblati dan atau situs salafy itb di link ini dan ini.
Saya juga berusaha curhat lebih lanjut mengenai masalah ini di sini.
0 komentar:
Posting Komentar