Senin, 29 Desember 2014

Hati-hati, Ini Bahaya Keseringan Minum Antibiotik

Obat-obatan antibiotika. IlustrasiREPUBLIKA.CO.ID, Bila kita sakit dan memeriksakan ke dokter, biasaya sering diberi antibiotik. Obat jenis ini diyakini ampuh melawan penyakit. Karena itu masyarakat sering mengonsumsinya, baik dengan resep dokter maupun tidak. Padahal mengon sumsi antibiotik tidak boleh sembarangan.
Layaknya semua obat, antibiotik juga memiliki efek samping. Karena itu, kata spesialis patologi klinik FKUIRSCM, Tonny Loho, penggunaannya harus tepat dan bijak. 
Misalnya pemberian untuk paru-paru. Ketika diminum antibiotik akan melewati usus. Akibatnya akan berefek pada flora dalam usus. Mungkin saja flora di usus ikut mati dan menjadi kebal. Flora ini akan tubuh menjadi koloni dan tentu akan berefek pada tubuh si pemakai. “Ada saat dimana antibiotik harus diberikan atau tidak. Hal tersebut tergantung hasil laboratorium. Pemberian antibiotik terlalu kerap akan membuat kuman kebal. Setiap antibiotik juga memiliki spesifikasi,” ujarnya.
Menurut Tony, antibiotik adalah segolongan senyawa alami maupun sintetik yang berefek menekan atau menghentikan proses biokimia dalam organisme. Khususnya proses infeksi oleh bakteri. Mekanisme ini memungkinkannya manjur mengobati penyakit. Akibatnya masyarakat maupun dokter terbiasa menggunakan obat ini. Padahal antibiotik tidak efektif mengobati penyakit akibat virus, jamur, dan nonbakteri lainnya.
Antibiotik bisa diberikan bila ada tanda-tanda infeksi bakteri. Gejala tersebut meliputi nyeri, bengkak, kemerahan, atau rasa sakit bila lokasi infeksi di sekitar sendi. Obat ini sebaiknya tidak diberikan bila yang muncul adalah radang (inflamasi), alergi, atau akibat virus misalnya dengue fever. 
Antibiotik juga tidak perlu diberikan, bila hasil lab menunjukkan flora normal, misalnya Esterichia coli nonpatogen pada feses. Kejelian dokter pada saat pemeriksaan sangat menentukan pemberian antibiotik. “Hasil lab sifatnya mendukung kejelian pengamatan saat pemeriksaan. Seorang dokter harus bisa membedakan gejala karena bakteri atau bukan,” ujar Tonny.
Khusus untuk demam, sarannya, sebaiknya disertai hasil lab untuk melihat penghitungan jumlah sel darah putih. Tes lab bisa dilakukan di empat lokasi yaitu pada urine, dahak, darah, dan feses. Antibiotik tidak bisa diberikan apabila efek samping yang timbul terlalu berat.
Tonny mencontohkan, jenis quinolone yang tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, bayi, dan anak. Pada wanita hamil pemberian obat akan menghambat pembentukan inti sel, terutama pada dua minggu pertama kehamilan. 
Akibatnya anak akan terlahir cacat. Quinolone juga menghambat pembentukan (epiphysis) tulang pada wanita menyusui, bayi dan anak. Akibatnya anak menjadi pendek, sedangkan pada wanita menyususi ancaman osteoporosis mengintai.
Obat ini juga tidak diperkenankan bila ada pilihan lain yang kurang toksik. “Pen derita ginjal dan gangguan saraf pendengaran, sebaiknya tidak mengonsumsi antibiotik jenis aminoglycosida. Jenisnya antara lain gentamicin dan amikacin. Antibiotik ini bersifat toksik pada ginjal sehingga tidak diperkenankan bagi penderita ginjal,” papar Tony.

0 komentar:

Posting Komentar